BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Pemanasan Global merupakan kejadian meningkatnya temperatur
rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pemanasan global yang terjadi saat
ini merupakan akibat dari efek rumah kaca. Gas rumah kaca merupakan gas-gas
yang terdapat di atmosfer yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Gas-gas
tersebut antara lain yaitu H2O (uap
air),CO2 (karbon dioksida), O3 (ozon), CH4 (metana), N2O (dinitrogen oksida),
CFC (cholorofluorokarbon : CFC R-11 dan CFC R-12), CO, SO2, NO, dan gas lainnya
seperti HFCS, PFCS, dan SF6. Efek rumah
kaca sebenarnya untuk melindungi manusia dan makhluk hidup lain yang ada di
bumi, karena dengan adanya efek rumah kaca bumi menjadi hangat dengan adanya
radiasi panas matahari yang masuk ke atmosfer. Adapun energy yang masuk ke bumi
yaitu : 45% diserap oleh permukaan bumi , 25% dipantulkan oleh awan atau
partikel lain di atmosfer , 25% yang lain diserap awan dan sisa 5% dipantulkan
kembali oleh permukaan bumi. Kemampuan atmosfer untuk menangkap dan melepaskan
energy merupakan karakteristik yang menentukan efek dari rumah kaca. Sekarang
ini semakin banyak gas rumah kaca yang terdapat di atmosfer yang menyebabkan
bumi semakin panas. Menurut IPCC penyebab dari gas rumah kaca sebesar 90%
dihasilkan oleh manusia. Aktivitas manusia yang
menyebabkan adanya gas rumah kaca yang akan dibahas oleh kelompok kami yaitu
penebangan hutan, pertanian dan peternakan juga aktivitas lain yang menjadi
penyebab adanya gas rumah kaca.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
permasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah aktivitas yang
menyebabkan terjadinya gas rumah kaca.
C.
Tujuan Pembahasan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui akibat aktivitas penebangan hutan, pertanian dan peternakan dan
aktivitas lain terhadap gas rumah kaca.
BAB II
ISI
A.
Pengertian
Pemanasan Global
Menurut
Wikipedia: “Pemanasan global (Inggris: global warming) adalah suatu proses
meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.”
Selama 100
tahun suhu panas bumi telah meningkat sekitar 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F). Ada
beberapa dampak aatau penyebab yang membuat suhu panas bumi naik, dan penyebab
itu sudah di bahas dalam artikel ini.
B.
Penyebab Pemanasan Global
1. Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di
Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi
gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan
Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan
metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan
memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas
tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas Rumah Kaca
yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti H2O (uap air),CO2 (karbon
dioksida), O3 (ozon), CH4 (metana), N2O (dinitrogen oksida), CFC
(cholorofluorokarbon : CFC R-11 dan CFC R-12), CO, SO2, NO, dan gas lainnya
seperti HFCS, PFCS, dan SF6.
·
Uap Air
Gas rumah kaca
yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air
dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara
alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca.
Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara
langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
·
Karbon dioksida
Karbon dioksida
adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti:
letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup
oksigen dan menghembuskan karbon dioksida); dan pembakaran material organik
(seperti tumbuhan). Manusia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida yang
dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan
kayu untuk menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang
sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang
akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan
pertanian.
·
Ozon
Ozon adalah gas
rumah kaca yang terdapat secara alami di atmosfer (troposfer, stratosfer). Di
troposfer, ozon merupakan zat pencemar hasil sampingan yang terbentuk ketika
sinar matahari bereaksi dengan gas buang kendaraan bermotor. Molekul ozon juga
dapat terbentuk dengan bantuan sinar ultraviolet. Reaksi pembentukan ozon
tersebut sebagai berikut,Reaksi Pembentukan Molekul Ozon (O3):
O2 --------> 2O
O + O2 --------> O3
O2 --------> 2O
O + O2 --------> O3
·
Metana
Metana
merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak
bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir selama produksi
dan transportasi batu bara, gas alam dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari
pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat
keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari
pencernaan.
·
Dinitrogen oksida
Dinitrogen
oksida adalah juga gas rumah kaca yang terdapat secara alami. Dulunya gas ini
digunakan sebagai anastasi ringan, yang dapat membuat orang tertawa sehingga
juga dikenal sebagai ‘gas tertawa’. Tidak banyak diketahui secara terinci
tentang asal dinitrogen oksida dalam atmosfer. Diduga bahwa sumber utamanya, yang
mungkin mencakup sampai 90 persen, merupakan kegiatan mikroorganisme dalam
tanah. Pemakaian pupuk nitrogen meningkatkan jumlah gas ini di atmosfer.
Dinitrogen oksida juga dihasilkan dalam jumlah kecil oleh pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi, batu bara, gas bumi).
·
Cholorofluorocarbon (CFC)
CFC biasanya
digunakan sebagai bahan pendingin pada AC dan kulkas. CFC digunakan sebagai
aerosol pada penyemprotan rambut, pengharum, dan pembasmi serangga. CFC
bersifat sangat ringan sehingga mudah terangkat ke atmosfer yang lebih tinggi
dan jika bertemu dengan ozon akan terjadi reaksi yang menyebabkan lapisan ozon
akan menipis.
·
Karbon monoksida (CO)
Karbon
monoksida (CO) adalah suatu komponen yang bersifat tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak mempunyai rasa, yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu di
atas 192°C, mempunyai berat sebesar 96,9% dari berat air dan tidak larut dalam
air. Karbon monoksida merupakan gas hasil pembakaran tidak sempurna terhadap
karbon atau komponen yang mengandung karbon. Pada suhu tinggi, karbon monoksida
terurai menjadi karbon monoksida dan oksigen. Gas ini berbahaya bagi kesehatan
manusia. Gas ini mempunyai daya ikat terhadap sel darah merah lebih tinggi
dibandingkan dengan daya ikat sel darah merah terhadap oksigen. Gas CO dapat
menyebabkan pusing-pusing dan pingsan
·
Sulfur oksida (SO)
Sulfur oksida
(SO) terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna, yaitu
sulfur oksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3). Keduanya disebut sebagai SOx.
Sulfur oksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di
udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk
oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah
oksigen yang tersedia, meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2 selalu
terbentuk dalam jumlah terbesar.
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan berbagai elemen yang penting secara alami dalam bentuk logam sulfida, misalnya tembaga (CuFeS2 dan Cu2S), zink (ZnS), merkuri (HgS), dan timbal (PbS). Kebanyakan logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu, sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghilangkan sulfur dari logam kasar daripada menghilangkan dari produk metal akhirnya.
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan berbagai elemen yang penting secara alami dalam bentuk logam sulfida, misalnya tembaga (CuFeS2 dan Cu2S), zink (ZnS), merkuri (HgS), dan timbal (PbS). Kebanyakan logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu, sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghilangkan sulfur dari logam kasar daripada menghilangkan dari produk metal akhirnya.
·
Nitrogen oksida (NO)
Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer yang
terdiri atas gas nitrit oksida (NO) dan nitrogen oksida (NO2). Walaupun bentuk
nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas ini paling banyak ditemui sebagai
polutan udara. Nitrit oksida merupakan gas yan tidak berwarna dan tidak berbau.
Sebaliknya, nitrogen dioksida mempunyai warna cokelat kemerahan dan berbau
tajam.
2.
Efek Umpan Balik
Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh
proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan
air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2,
pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke
atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus
berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini
meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir
konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik
ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang
di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi
objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan
kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek
pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan
sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan
tergantung pada beberapa detai-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan
tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara
lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas
komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang
digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan
balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap
air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan
dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik lainnya adalah hilangnya kemampuan
memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es
yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat.
Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan
terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih
sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak
radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak
lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.Umpan balik
positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang
berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas
CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan
berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat
nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada
fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah
3.
Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari
Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat
memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini
dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari
akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan
stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak
tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor
utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek
pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun
1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung
berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga
tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
4.
Jumlah
Penduduk (populasi)
Luas tanah di
bumi tidak bertambah, tapi jumlah penduduk semakin banyak. Akibatnya, lahan
untuk tumbuhan dan pertanian semakin sedikit karena dipakai untuk tempat
tinggal manusia. Selain itu, penduduk yang bertambah banyak juga membutuhkan
air yang lebih banyak. Air yang seharusnya untuk irigasi tanaman dan tumbuhan
berkurang karena dipakai manusia. Tanaman yang tidak mendapat pasokan air
akhirnya menghasilkan panen yang semakin sedikit.
C.
Aktivitas yang menyebabkan
adanya gas rumah kaca
1. Penebangan hutan secara liar
Hutan merupakan sumber utama keanekaragaman hayati karena hutan merupakan tempat tinggal berbagai spesies tanaman dan hewan. Kerusakan hutan yang terjadi karena kebakaran atau penebangan hutan secara luas menyebabkan terjadi penurunan keanekaragaman hayati bahkan kepunahan banyak spesies hewan dan tumbuhan, misalnya Harimau Jawa. Menurut FAO dalam laporan State of World Forest tahun 2009 laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai sekitar 1,87 juta hektar pertahun. Apabila laju kerusakan hutan tidak dikendalikan, hutan Indonesia akan musnah sekitar 15 tahun ke depan. ). Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
Hutan merupakan sumber utama keanekaragaman hayati karena hutan merupakan tempat tinggal berbagai spesies tanaman dan hewan. Kerusakan hutan yang terjadi karena kebakaran atau penebangan hutan secara luas menyebabkan terjadi penurunan keanekaragaman hayati bahkan kepunahan banyak spesies hewan dan tumbuhan, misalnya Harimau Jawa. Menurut FAO dalam laporan State of World Forest tahun 2009 laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai sekitar 1,87 juta hektar pertahun. Apabila laju kerusakan hutan tidak dikendalikan, hutan Indonesia akan musnah sekitar 15 tahun ke depan. ). Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
2.
Gas Metana dari peternakan dan pertanian.
Gas metana
menempati urutan kedua setelah karbondioksida yang menjadi penyebab terdinya
efek rumah kaca.Gas metana dapat bersal dari bahan organik yang dipecah oleh
bakteri dalam kondisi kekurangan oksigen, misalnya kegiatan penanaman di sawah dan penggembalaan ternak. Proses
ini dapat terjadi pada usus hewan
ternak, dan dengan meningkatnya jumlah populasi ternak, mengakibatkan
peningkatan produksi gas metana yang dilepaskan ke atmosfer bumi. Pada kegiatan
pertanian Nitrogen oksida (NOx) dilepaskan
ke atmosfer ketika penggunaan pupuk kimia dunia untuk pertanian meningkat
pesat. Kebanyakan pupuk kimia ini berbahan nitrogen oksida yang 300 kali lebih
kuat dari karbondioksida sebagai perangkap panas, sehingga ikut memanaskan
bumi. Penggunaan mesin dalam pembajakan, penyemaian, penyemprotan, dan
pemanenan menyumbang banyak gas rumah kaca. Yang terakhir, emisi gas rumah kaca
berasal dari pengangkutan hasil panen dari lahan pertanian ke pasar. Kegiatan
pertanian juga dapat mengubah komposisi gas-gas rumah kaca. Akibat lainnya
adalah pupuk kimia yang meresap masuk ke dalam tanah dapat mencemari
sumber-sumber air minum kita.
3.
Pemakaian Freon
Pemakaian freon juga turut menyumbang kepunahan banyak jenis tanaman dan hewan karena freon yang lepas ke atmosfer menyebabkan lapisan ozon menjadi berlubang sehingga sinar ultraviolet dari matahari langsung menuju ke bumi yang mengakibatkan terjadinya mutasi merugikan yang berefek letal (mematikan) bagi hewan dan tanaman.
Pemakaian freon juga turut menyumbang kepunahan banyak jenis tanaman dan hewan karena freon yang lepas ke atmosfer menyebabkan lapisan ozon menjadi berlubang sehingga sinar ultraviolet dari matahari langsung menuju ke bumi yang mengakibatkan terjadinya mutasi merugikan yang berefek letal (mematikan) bagi hewan dan tanaman.
4.
Hunian dan Bangunan Komersial
Sektor hunian
dan bangunan menyumbang sebesar 7,9% gas penyebab rumah kaca. Namun, bila
dipandang dari penggunaan energi, maka hunian dan bangunan komersial bisa
menjadi sumber emisi gas rumah kaca yang besar. Misalnya saja dalam penggunaan
listrik untuk menghangatkan dan mendinginkan ruangan, pencahayaan, penggunaan
alat-alat rumah tangga, maka sumbangan sektor hunian dan bangunan bisa mencapai
30%. Konstruksi bangunan juga
mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca. contohnya, semen, menyumbang 5%
emisi gas rumah kaca.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari masalah
yang sudah dibahas diatas dapat disimpulkan bahwa :
ü
Pemanasan
global (Inggris: global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu
rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
ü
Gas rumah kaca merupakan gas-gas yang terdapat di
atmosfer yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca.
ü
Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari
kegiatan tersebut, seperti H2O (uap air),CO2 (karbon dioksida), O3 (ozon), CH4
(metana), N2O (dinitrogen oksida), CFC (cholorofluorokarbon : CFC R-11 dan CFC
R-12), CO, SO2, NO, dan gas lainnya seperti HFCS, PFCS, dan SF6.
ü
Aktivitas yang menyebabkan adanya
gas rumah kaca adalah penebangan hutan, pertanian dan peternakan, penggunaan
Freon, dan hunian dan bangunan komersial.
Setelah kita
mengetahui aktivitas yang menyebabkan adanya gas rumah kaca seharusnya kita
dapat menghindari hal-hal tersebut, agar bumi kita tidak semakin panas akibat
pemanasan global.