A.
KONSTITUSI
Konstitusi (bahasa Latin: constitutio)
dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada
pemerintahan negara.
Perkataan “konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan
Constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan
kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki arti;
permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Isi konstitusi umumnya hanya memuat aturan-aturan
pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pusat dan
lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan
kesejahteraan sosial. Aturan-aturan asing lebih rinci diserahkan pengaturannya
kepada undang-undang yang berada dibawah konstitusi, yang lebih mudah untuk
dibuat, diperbaharui, maupun dicabut.
B.
PENGERTIAN KONSTITUSI MENURUT BEBERAPA
AHLI
a. K. C.
Wheare, konstitusi adalah keseluruhan system ketatanegaraan suatu Negara yang
berupa kumpulan peraturan yang membentuk, megatur, dan memrintah dalam
pemerintahan suatu Negara.
b.
Lassale,
konstitusi adalah hubungan antara kekuasaan yang terdapat didalam masyarakat
seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata didalam masyarakat.
c.
L. J
Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan yang tertulis maupun peraturan
tak tertulis.
d. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi
tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
e. Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi
berasal dari bahasa latin cisme yang berarti bersama dengan dan statute
yang berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan
secara bersama.
Carl schmitt membagi konstitusi
dalam 4 pengertian yaitu:
· Konstitusi
dalam arti absolut mempunyai 4 sub pengertian yaitu;
1. Konstitusi
sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua organisasi yang ada
di dalam negara.
2. Konstitusi
sebagai bentuk negara.
3. Konstitusi
sebagai faktor integrasi.
4. Konstitusi
sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di dalam negara .
Konstitusi
dalam arti relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai
tuntutan dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan
konstitusi sebagai sebuah konstitusi dalam arti formil (konstitusi dapat berupa
tertulis) dan konstitusi dalam arti materiil (konstitusi yang dilihat dari segi
isinya).
· konstitusi
dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi
sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
· konstitusi
dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi
serta perlindungannya.
Dari pendapat para ahli diatas,
dapat kita simpulkan bahwa konstitusi merupakan system ketatanegaraan suatu
Negara. Istilah konstitusi mempunyai 2 pengertian:
1.
Pengertian
luas, konstitusi merupakan keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau
hukum dasar.
2. Pengertian
sempit, konstitusi berarti piagam dasar atau undang-undang dasar, yaitu suatu
dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar Negara.
C.
SEJARAH UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI DI
INDONESIA
UUD “45 dirancang sejak 29 mei 1945 oleh Badan
Penyelidikan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI ) yang diketuai oleh Radjiman
Wedyodiningrat.
Tugas utamanya adalah menyusun rancangan Undang-Undang sebagai salah satu persiapan Untuk membentuk negara yang merdeka, namun anggota lembaga ini sibuk mengusung ideologinya masing-masing ketika membicarakan masalah Ideologi negara Akibatnya, pembahasan tentang rancangan UUD menjadi terbengkalai. Maka BPUPKI dalam sidang pertamanya membentuki panitia kecil untuk merumuskan UUD yang diberinama Panitia Sembilan7. Dan pada tanggal 22 juni 1945 Panitia Sembilan ini berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara Indonesia ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. . Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara modern karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 19458.
Tugas utamanya adalah menyusun rancangan Undang-Undang sebagai salah satu persiapan Untuk membentuk negara yang merdeka, namun anggota lembaga ini sibuk mengusung ideologinya masing-masing ketika membicarakan masalah Ideologi negara Akibatnya, pembahasan tentang rancangan UUD menjadi terbengkalai. Maka BPUPKI dalam sidang pertamanya membentuki panitia kecil untuk merumuskan UUD yang diberinama Panitia Sembilan7. Dan pada tanggal 22 juni 1945 Panitia Sembilan ini berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara Indonesia ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. . Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara modern karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 19458.
1. Periode berlakunya UUD 1945 18
Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel (“Semi-Parlementer”) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel (“Semi-Parlementer”) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
2. Periode berlakunya Konstitusi
RIS 1949 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Namun karena tidak sesuai dengan jati diri bangsa serta mencuat issu disintegrasi, maka kemudian Indonesia berganti bentuk lagi menjadi Negara kesatuan Republik.
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Namun karena tidak sesuai dengan jati diri bangsa serta mencuat issu disintegrasi, maka kemudian Indonesia berganti bentuk lagi menjadi Negara kesatuan Republik.
3. Periode UUDS 1950 17 Agustus
1950 – 5 Juli 1959
Perubahan bentuk Negara secara otomatis juga membuat perubahan dalam konstitusinya. Mulai Pada tanggal 17 Agustus 1950 Konstitusi Indonesia berubah menjadi Undang-Undang Sementara Republik Indonesia. Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Perubahan bentuk Negara secara otomatis juga membuat perubahan dalam konstitusinya. Mulai Pada tanggal 17 Agustus 1950 Konstitusi Indonesia berubah menjadi Undang-Undang Sementara Republik Indonesia. Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Periode kembalinya ke UUD 1945 5
Juli 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
5. Periode UUD 1945 masa orde baru
11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk menghancur hutan dan sumber alam kita.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk menghancur hutan dan sumber alam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi
konstitusi yang sangat “sakral”, diantaranya melalui sejumlah peraturan:
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/19839.
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/19839.
6. Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober
1999
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
7. Periode
Pasca Remormasi (Amandemen)
Setelah Reformasi banyak kalangan yang menginginkan dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Tujuan dilakukannya perubahan adalah untuk menambah sesuatu yang belum ada aturannya dalam konstitusi serta untuk merespon tuntutan zaman. Para pengamat politik berpandangan bahwa keberadaan UUD 1945 didesain oleh para pembuatnya bersifat sementara karena belum menentunya kondisi Negara pada saat itu. Selain itu Undang-Undang dasar 1945 juga telah diselengkan oleh pemerintah orde baru untuk melanggengkan Kekuasaanya.
Setelah Reformasi banyak kalangan yang menginginkan dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Tujuan dilakukannya perubahan adalah untuk menambah sesuatu yang belum ada aturannya dalam konstitusi serta untuk merespon tuntutan zaman. Para pengamat politik berpandangan bahwa keberadaan UUD 1945 didesain oleh para pembuatnya bersifat sementara karena belum menentunya kondisi Negara pada saat itu. Selain itu Undang-Undang dasar 1945 juga telah diselengkan oleh pemerintah orde baru untuk melanggengkan Kekuasaanya.
Salah satu hal yang berubah dengan adanya
amandemen adalah keberadaan lembaga Negara. Keberadaan lembaga ini cukup vital
karena pada masa sebelumnya berbagai macam lembaga Negara dikendalikan oleh
satu orang saja, yaitu Presiden. Meskipun secara formal terdapat aturan untuk memisahkan
antara lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif namun karena ketiadaan
aturan yang jelas, maka aturan tersebut dapat dimanipulasi. Oleh sebab itu
setelah reformasi mencoba diperbarui agar lebih jelas pola pemisahannya serta
memunggkinkan adanya control secara baik diantara berbagi macam lembaga Negara.
Dengan adanya check and balances maka bisa mengurangi penumpukan kekuasaan dan
penyalahgunaan wewenang 10.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4
kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan
MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 oktober 1999 : Perubahan Pertama UUD “45
Sidang Umum MPR 2000, tanggal 7-18 Oktober 2000: Perubahan Kedua UUD “45
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001: Perubahan Ketiga UUD “45
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002: Perubahan Keempat UUD “45.
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 oktober 1999 : Perubahan Pertama UUD “45
Sidang Umum MPR 2000, tanggal 7-18 Oktober 2000: Perubahan Kedua UUD “45
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001: Perubahan Ketiga UUD “45
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002: Perubahan Keempat UUD “45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar